Trip ke Thailand Part 1: Hari Pertama Malah Kena Scam yang Receh-Receh!




Thailand merupakan perjalanan pertamaku ke luar negeri. Bisa dibayangkan bagaimana excited-nya diriku bisa pergi ke tempat lain di luar Indonesia. 

Aku akan menuliskan perjalanan ke Thailand dalam tiga tulisan, yang pertama mengenai perjalanan pertamaku di Thailand, yang kedua mengenai kehidupan kota Bangkok dan yang ketiga tentang kehidupan masyarakat lokal di Bangkok Utara

Sebenarnya aku pergi bersama orang tuaku karena mereka sedang ada acara di Bangkok. Jadi aku hanya sekadar browsing mengenai wisata-wisata yang terkenal dan mainstream seperti Wat Arun, Wat Pho, Grand Palace, Platinum Mall, dan Pasar Chatuchak. Kami tidak memakai tour guide dan itinerary. Semuanya serba spontan, tapi siapa sangka kami malah mendapat pengalaman yang luar biasa menjadi orang asing di Thailand!

Hari Rabu pagi aku sudah tiba di Don Mueang Airport. Ibuku sudah memesan mobil dan sopir, tujuannya agar mempermudah akses kemana-mana. Karena kepagian (sekitar jam 7 pagi kami sudah sampai di Bangkok), kami  memang ingin menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dulu agar sorenya bisa langsung check-in di hotel. Aku pikir mobil yang datang adalah mobil biasa, tapi malahan mobil seperti taxi. Karena belum sarapan, kami meminta supirnya untuk mengantar ke tempat makan. kami diajak makan di rest area gitu. Harganya lumayan sih, tapi rasanya cukup enak. Setelah itu, kami sebenarnya ingin pergi ke Wat Arun dan sekitarnya, untuk mengisi waktu sebelum check-in hotel. Setelah kami tanya supirnya, sebaiknya kemana, dia mengajak kami ke floating market. Ternyata perjalanan ke floating market cukup jauh, sekitar 2 jam perjalanan. Kami semua kelelahan karena baru saja landing malah diajak ke tempat jauh-jauh.

Mobilnya mirip taxi begini.
Karena lupa foto, aku ambil dari web The Broke Backpacker


Makanan pertama di Thailand di rest area. Ini kayak Sup Tomyum gitu

Ekspektasi kami ke floating market adalah tempat yang bagus dan menarik, bisa jalan-jalan melihat suasana pasar terapungnya, meskipun tidak perlu naik perahu. Sampai di sana, aku kaget karena tempatnya hanya terlihat sungai kecil seperti parit dan mahal! Kami pun tidak bisa melihat-lihat pasar terapungnya tanpa menaiki perahu. Ibuku bilang pada sopirnya bahwa kami tidak tertarik (karena mahal juga), sekitar 3000 baht! Pengelola di sana malah merayu dan memberi penawaran harga sampai 1200 baht. Akhirnya karena merasa rugi jauh-jauh ke sini dan setelah menawar, kami pun naik perahu yang bermesin ini. Awalnya sensasinya biasa aja, tapi setelah berjalan lebih jauh, kami bisa melihat kehidupan masyarakat di sana karena itu sekaligus rumah panggung mereka. Di pinggir sungai pula mereka menjajakan dagangannya berupa souvenir-souvenir. Sampai di ujung perjalanan, terdapat perahu-perahu sampan yang menjual berbagai buah-buahan, sate-sate bbq, dan coconut ice cream gitu. Harganya cukup mahal sih, jadi kami hanya beli buah durian dan mangga (ini pun dipaksa beli sama dagangnya, dia langsung masukin ke kresek hahaha). Selebihnya kami hanya melihat suasana di sana. Setelah selesai, pengelola di sana sudah menjajakan foto-foto pengunjung yang naik perahu. Mereka menjualnya seharga 200 baht dan tidak ada diskon. Yah, lumayan sih buat kenang-kenangan.






Suasana Floating Market Damnoen Saduak

Setelah itu, sopir kami menawarkan untuk pergi melihat gajah. Ibuku dengan tegas menolaknya. Kami ingin pergi ke Wat Arun dan sekitarnya. Sepertinya ibuku yang juga pekerja travel bisa membaca maksud sopirnya bahwa dia ingin mendapat untung pula dari pengelola wisata di sana. Ohya, nama floating marketnya itu Damnoen Saduak. Kalau kalian suka sekalian lihat kehidupan masyarakat lokal di sana bisa di coba kok, sambil nawar-nawar juga ya tiketnya hahaha.

Hasil fotonya udah dikasi pigura gitu hahaha

Akhirnya setelah menempuh perjalanan 2 jam kembali, kami sampai di Wat Arun. Cuacanya sedang panas-panasnya, kami menyusuri Wat Arun yang saat itu cukup ramai. Harga tiketnya 50 baht dan kita bisa melihat kemegahan yang luar biasa dari Wat Arun. Sayangnya, karena ramai aku tidak bisa leluasa berfoto (fotonya bakal bocor!). Akhirnya aku lebih banyak memfoto Candi-candinya. Kalau ke sini memang harus extra sabar dan antre untuk berfoto agar tidak bocor. Sayangnya kami hanya sebentar di Wat Arun padahal aku masih ingin lebih lama di sana. Matahari masih terik, itu sekitar jam 12 siang, akhirnya ibuku memutuskan untuk menyebrang ke Grand Palace. Sebenarnya aku sudah browsing cara menyebrangnya dan murah (katanya yang dekat pasar souvenir Wat Arun yang murah-murah). Tapi kami malah keluar di pintu utama dan menemukan dermaga penyebarangan yang lumayan yaitu sekitar 60 baht.

Harga tiket Wat Arun

Mau foto selalu bocor, padahal instagramable gitu ya candinya hehe

Candinya megah dan cantik banget!

Yeay, akhirnya dapet foto yang ga bocor!

Aku kurang suka dengan penjaga dermaganya karena (maaf, agak jutek) dan tidak begitu jelas memberikan informasi bagaimana dan kapan kami bisa menyebrang. Kami menyebrang dengan boat yang cukup besar dan di sekelilingnya bisa melihat temple-temple yang megah. Sesampai di dermaga yang akan menuju Grand Palace, ternyata tempatnya itu tempat kapitalis gitu hahaha. Di sana ada café-café bermerek dan mewah. Mau ke toilet pun mahal. Akhirnya kami hanya berjalan-jalan di sekitar sana. Cukup jauh juga, karena sebenarnya kita bisa naik tuk-tuk. Tapi kami memilih untuk jalan kaki saja. Kami tiba di Grand Palace tetapi hanya sekadar melihat-melihat di sana, tanpa membeli tiket masuk (kita masih bisa foto-foto yang bagus kok di sini). Kami juga sempat ke Wat Pho, tapi hanya sampai depan saja. Ini sangat disayangkan sih, karena kami sudah lelah baru sampai setelah 5 jam di pesawat dan 4 jam pp dari floating market dan harus buru-buru ke hotel karena acara orang tuaku.

Pas nyebrang dari Wat Arun ke Grand Palace bisa lihat begini

Grand Palace

Wat Pho tampak depan

Masih bisalah foto di Grand Palace meski ngga beli tiket

Sangat disayangkan pula, karena kami pertama kali tiba di Tahiland, jadi ngga begitu ngeh sama nilai mata uangnya. Pedagang di sana mungkin cerdik ya, karena sudah tau kami turis asing yang baru belajar tentang nilai mata uang mereka. Beli air mineral aja 40 baht (sekitar Rp 18.000-an), terus kembaliannya juga ga sesuai hahaha. Karena sudah sangat lelah dan orang tuaku akan ada registrasi untuk acara mereka, kami harus sudah ke hotel. Karena bingung kemana akan nyebrang, kami bertemu polisi turis dan dia ingin membantu kami sembari menunjukkan kartu identitasnya. Awalnya dia menawarkan untuk pergi ke objek wisata lain di sana, tapi dengan tegas kami bilang harus segara menyebrang ke Wat Arun karena akan ada acara. Akhirnya dia memberi tau kami jalan menuju dermaga penyebrangan terdekat.

Kami tiba di sebuah pasar souvenir dalam gang, dan jalan lurus sedikit adalah dermaga penyebrangan. Aku baru sadar kalau pasar ini mungkin yang disebut sebagai pasar dengan harga murah di Wat Arun. Harga tiket penyebrangannya pun jauh lebih murah, yaitu Cuma 4 bhat (merasa rugi banget nyebrang pertama tadi haha). Setelah sampai kembali di Wat Arun, kami sudah ditunggu oleh sopir dan pergi ke hotel di daerah Sukumvit. Perjalanan saat itu sekitar jam 3 sore, jalanan sangat macet! Akhirnya kami tiba di Sukumvit (memang daerah ini macet banget sih). Kami pun membayar jasa sopir yang awalnya sudah deal dengan bosnya, yaitu 2400 baht, sopir itu malah meminta 2700 baht dengan alasan ongkos ke floating market. Ibuku agak kesal dengan perlakuan si sopir, padahal dia ingin memberi si sopir bonus, akhirnya ngga jadi.

Syukurnya, pelayanan di hotel kami bagus dan mendapat kamar dengan view yang luar biasa. Kebetulan hotel ini, Ambassador Hotel merupakan tempat pelaksanaan simposium yang diikuti orang tua ku. Yah, kata ibuku, setidaknya kita bisa tidur dengan fasilitas yang nyaman dan bersih. Akhirnya malam itu kami hanya istirahat dan besoknya bertujuan untuk keliling kota saja.

Pemandangan dari kamar hotel, ini lantai 19 btw!

Berdasarkan pengalaman hari pertamaku di Thailand memang ngga begitu menyenangkan, karena bisa dibilang kena scam dimana-dimana hahahaa. Tapi aku masih ngerasa seneng kok bisa ke tempat-tempat di atas dan merasakan suasananya. Untuk blog part 2 dan 3 nanti, aku benar-benar trip menggunakan kendaraan umum seperti BTS, MRT, dan kereta api. Setelah hari pertama ini, malah aku banyak mendapatkan pengalaman yang luar biasa dalam menjelajah beberapa tempat.

Ada tips dari aku buat kalian yang baru pertama kali ke Thailand, jika memang backpacker-an tanpa tour guide, lebih baik browsing mati-matian buat perkiraan biaya dan itinerary-nya. Mungkin lebih baik dari bandara kalian naik Grab Car aja. Kalian juga jangan menganggap remeh orang-orang yang kalain temui, bahkan untuk belanja yang receh-receh. Kita harus benar-benar mempelajari nilai mata uangnya. Lalu, kita juga harus tegas dengan orang asing di sana, jika tidak bisa jadi kita kena scam dan malah rugi sendiri. Oh ya, perlu kalian garis bawahi juga kalau pergi ke temple-temple seperti Wat Arun, Wat Pho, dan Grand Palace ini lebih baik memakai pakaian yang menutupi bahu dan lutut karena terkadang ada satpamnya gitu, bisa jadi kalian malah diminta untuk membeli sarung atau celana panjang untuk dipakai. Sayang banget kan? Sekaligus juga menghormati kebijakan dari tempat suci tersebut. 

Segitu aja ceritaku tentang Trip ke Thailand part 1. Untuk part 2 dan 3 nya, ceritanya bakal lebih menarik dan bakal banyak tipsnya (kemungkinan aku bakal bikin itinerary juga). So, stay tune!
Untuk part 2 nya bisa klik di sini!

Bocoran untuk Part 2


CONVERSATION

5 Comments:

  1. Would love to read your blogs ... can you translate I. English ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sure, I'll try later.Thank you for visiting my blog. I hope I can translate soon:)

      Hapus
  2. Would love to read your blogs ... can you translate I. English ??

    BalasHapus
  3. Cerita yg bagus, lugas dan terus terang. Terus bekarya ya,.
    Ditunggu part 2&3 nya ��

    BalasHapus
  4. Bu mas dh baca semua....kerennnn Am....
    Bravo😘😘😘

    BalasHapus